Showing posts with label Islam inside. Show all posts
Showing posts with label Islam inside. Show all posts

Listrik Majapahit

Listrik Majapahit
Apakah satu dua malam akhir-akhir ini listrik di tempat Anda suka ngaso*)
juga seperti di kampung saya? Derita dan keterpepetan membuat orang sewot,
marah, jengkel, atau justru kreatif. Paling tidak, kita jadinya bisa
menyelenggarakan diskusi gratis, tanpa budget macam-macam termasuk "uang tak
terduga" yang sudah kita duga secara persis.

Begitu sang listrik 'tidur', teman-teman di rumah kontrakan saya mengomel.
"Terasa sekali betapa kita ini tergantung kepada alat-alat yang kita
ciptakan sendiri," kata seseorang.

"O, ya! yang lain nyeletuk, "Di zaman Maapahit sudah ada minyak tanah atau
belum ya?"

Kemudian diskusi menjadi riuh, dan saya bersyukur tidak sedang ada tamu
seorang sejarawan. Sebab dia bisa dijawabnya secara persis.

Kita tahu Gajah Mada bersumpah, Ranggalawe cemburu sosial, Raden Wijaya
menjebak pasukan Cina, Suhita didongengkan sebagai Kencanawungu, Perang
Bubat membawa dampak psikologis berabad-abad.

Tapi kita tak tahu, dan tak berminat tahu, bagaimana persisnya kostum harian
orang Majapahit, apakah mereka pakai jarum untuk dondom,**) atau bagaimana
orang dusun misuh"*) waktu itu, atau apa saja kek.

Kita hanya tahu hal-hal mengenai kekuasaan. Kita membikin buku pelajaran dan
mengisi jiwa siswa-siswa sekolah dengan hal-hal mengenai kekuasaan.

Kita mengerti Gajah Mada, karena diejek, cancut tali wanda, rnenggenggami
kerajaan-kerajaan di sekitarnya, nglurug****) sampai Muangthai segala.
Termasuk Ekspedisi Pamalayu yang berkepanjangan.

Lepas dari kita setuju atau tidak, tapi jarang awak berpikir bahwa Gadjah
Mada melakukan itu tanpa walky talky, tanpa teknologi militer yang kini bisa
memusnahkan bumi dengan sejentikan jari, tanpa kapal berapi, tanpa pesawat
tempur
, tanpa satelit yang bisa mendeteksi dari angkasa - apakah di
Kecamatan Wonokromo ada pabrik senjata atau tidak.

Lha sekarang ini listrik mati seperti kehilangan Tuhan rasanya. Kalau motor
macet, kita sudah hampir tak punya mentalitas untuk pakai sepeda. Kalau baju
robek, malu pakai - seolah sama dengan dosa tak sembahyang Jumat. Kita juga
tak berani jalan-jalan di Malioboro tanpa sepatu atau sandal.

Emha Ainun Nadjib

*) Ngaso: istirahat.

**) Dondom: menjahit tidak dengan mesin.

***) Misuh: mengomel.

****) Nglurug: bertandang.

Peringatan dan Amarah

Peringatan dan Amarah
Guru saya di dunia ini banyak. Tak terbatas. Bahkan tak terhingga. Jumlahnya
bertambah terus. Soalnya tidak ada “mantan-Guru”. Yang ada adalah “yang
sedang menjadi Guru” dan “yang akan menjadi Guru”.



Tak ada seseorang atau sesuatupun yang pernah mengajari saya lantas tidak
lagi menjadi Guru saya.


Tetapi di antara Guru-Guru itu, yang tergolong istimewa dan paling rajin
mengajar saya adalah masyarakat dan atau ummat. Setiap saat saya berguru
kepada mereka dengan penuh semangat, terutama karena mereka sangat telaten
untuk marah kepada saya. Bukankah murid memang sebaiknya sering-sering
diperingatkan atau dimarahi oleh Gurunya supaya tidak terlalu mblunat?


Mungkin bisa saya sebut contoh-contohnya sedikit, sebab tidak mungkin saya
ceritakan semua. Betapa ragamnya saya dimarahi, diberi peringatan keras,
dikecam, dikritik, dihardik, dimaki-maki, dituduh-tuduh, disalah-pahami,
bahkan seringkali juga difitnah. Tapi karena saya selalu berusaha menjadi
murid yang baik, semua itu senantiasa saya terima dengan rasa syukur.


Ketika saya msuk pesantren, saya diperingatkan supaya jangan masuk pesantren
hanya karena ikut-ikut. Sehingga saya kemudian bercita-cita menamatkan
pesantren, masuk ke Universitas Al-Azhar, lantas berusaha menjadi menantu
seorang Kyai dan membantu pesantren beliau.


Tapi akhirnya saya diusir karena suatu perkara, sehingga saya pindah
sekolah. Tentulah saya dimarah-marahi habis. Dan lebih marah lagi karena
lantas saya coba-coba menjadi penulis cerita pendek dan puisi. “Kamu mau
jadi penyair? Apa tidak baca surat As-Syu’ara yang berkisah tentang
penyair-penyair pengingkar Allah?”


Saya lebih dihardik lagi karena dalam proses kepenyairan itu hidup saya
tidak berirama seperti orang normal. Makan tidur tidak teratur sampai
sekarang. Saya dianggap sinting dan tidak sinkron dengan peraturan mertua.


Beberapa tahun berikutnya saya dimarahi lagi: “Kenapa kamu hanya sibuk
dengan sastra dan tidak memperhatikan syiar Agama? Tidak bisakah kamu
mengabdikan sastra kamu kepada dakwah?”. Tetapi ketika kemudian saya
mengawinkan sastra saya dengan dimensi-dimensi Islam, saya dimarahi lagi:
“Jangan main-main dengan Islam! Jangan campur adukkan nilai sakral Agama
dengan khayalan-khayalan sastra!”.


Tema kemarahan itu berkembang lebih lanjut: “Sastra Islami saja tidak cukup.
Kamu harus memperjelas sikap akidahmu. Hidup ini luas. Kamu tidak bisa
membutakan mata terhadap masalah-masalah penindasan politik, kemelaratan
ummat dan lain sebagainya!”.


Maka sayapun memperluas kegiatan saya. Terkadang jadi tukang pijat. Jadi
semacam bank. Memandu keperluan tolong menolong antara satu dengan lain
orang. Menjadi tabib darurat. Bikin semacam LSM. Menemani anak-anak muda
protes. Pokoknya memasuki segala macam konteks di mana idealisme nilai
kemanusiaan dalam sastra dan idealisme nilai akidah dalam Islam bisa saya
terapkan.


Saya mendapat teguran lagi: “Jangan sok jadi pahlawan! Semua sudah ada yang
ngurus sendiri-sendiri. Kalau sastrawan ya sastrawan saja, jangan
macam-macam!”.


Ketika saya membisu di sekitar Pemilu, saya dimarahi: “Golput ya? Itu tidak
bertanggungjawab!”. Dan ketika besoknya saya tampil membantu salah satu OPP,
saya diperingatkan: “Kamu kehilangan independensi!”.


Tatkala saya acuh terhadap lahirnya ICMI, saya dibentak: “Perjuangan itu
memerlukan organisasi! Tidak bisa individual!”. Tatkala saya didaftar di
pengurus pusat ICMI, saya ditatar: “Itu bukan maqam kamu! Tidak setiap
anggota pasukan berada dalam barisan!”. Dan akhirnya tatkala karena suatu
bentrokan saya mengundurkan diri dari ICMI, saya dipersalahkan: “Rupanya
kamu memang bukan anggota pasukan!”.


Ketika saya mengungkapkan pemikiran dalam bahasa universal, saya diingatkan:
“Kenapa kamu tidak mengacu pada Quran dan Hadits? Apakah kamu budak ilmuwan
barat?”. Dan sesudah saya mengungkapkan segala tema – dari sastra, politik,
sepakbola, tinju, psikologi, atau apapun saja – dengan acuan Quran dan
Hadits, saya dikecam habis-habisan: “Kamu ini mufassir liar! Jangan
seenaknya mengait-ngaitkan masalah dengan Quran dan Hadits! Berbahaya!”.


Ketika saya menulis tentag sesuatu yang makro dan suprastruktural, saya
dijewer: “Kenapa kamu tidak memperhatikan orang kecil?”. Dan ketika saya
mengusahakan segala sesuatu yang menyangkut nasib rakyat kecil saya ditabok:
“Islam tidak mengajarkan mbalelo, Islam menganjurkan silaturrahmi dan
musyawarah!”.


Ketika saya tidak memusingkan soal honor, saya disindir: “Kamu tidak
rasional!”. Dan ketika saya bicara soal honor saya ditonjok: “Kamu
komersial!”.


Ketika saya cuek kepada uang dan nafkah, saya dilempar: “Kulu wasyrabuu!
Makan dan minumlah”. Ketika saya sesekali berpikir mencari rejeki, saya
ditonyo: “Kamu menuhankan uang dan harta benda!”.


Ada beribu-ribu lagi. Tapi amarah yang terakhir, tanggal 25 Juni yang lalu
saya sungguh-sungguh tidak paham: “Sungguh hebat perjuanganmu….
Sampai-sampai Al-Quran pun yang tanpa rupiah untuk mendapatkannya….kau tak
punya!”.


Kapan kapokmu, Nun! Ciker bungker Mbahmu ae gak tahu kemendel ngomong
ngunu!”. *****


Emha Ainun Nadjib,

Yang Mana Yang Jantan?? (renungan)

Yang Mana Yang Jantan?? (renungan)
Saya dipercayai oleh kumpulan koperasi orang sedesa untuk memutar atau
meniagakan uang yang mereka kumpulkan, agar menghasilkan laba yang bisa
menambah daya ekonomi para warga koperasi dan seluruh penduduk desa. Tapi
setelah sekian lama managemennya saya pegang, ternyata akhirnya bangkrut,
sehingga kami semua dililit hutang dan terpaksa mengemis-ngemis lagi cari
utangan yang baru. Saya ingin bersikap jantan, tapi saya bingung yang
bagaimana yang disebut jantan.

Apakah saya harus berkata: "Para anggota koperasi dan warga desa sekalian,
kalau saya melepaskan hak atas managemen ini gara-gara bangkrut, berarti
saya tinggal gelanggang colong playu, alias saya lari dari tanggung jawab".
Ataukah saya harus berkata: "Saudara-saudara sekalian, sebagai bentuk
tanggung jawab saya atas kebangkrutan kita, maka dengan ini saya
mengundurkan diri, mengembalikan hak yang saudara-saudara amanatkan, dan
sekarang saya pasrah mau diapakan saja oleh saudara-saudara. .."

Emha Ainun Nadjib

Serigala Berbulu Ulama (renungan)

Serigala Berbulu Ulama (renungan)
Sepasang merpati yang sedang bertengger di cabang pohon melihat seorang alim
datang dengan sebuah buku yang dikepit di satu tangan dan tongkat di tangan
yang lain.

Seekor merpati berkata pada yang lain, "Mari terbang, orang itu bisa
membunuh kita."

Pasangannya menyahut, "Dia bukan pemburu. Dia seorang ulama, tidak akan
membahayakan kita."

Sang ulama melihat keberadaannya dan seketika memukulkan tongkatnya ke
merpati betina, lantas ia sembelih agar dagingnya menjadi halal.

Merasa dizalimi, pasangannya mengadu kepada Nabi Sulaiman AS.

Ulama itu pun dipanggil ke istana. "Kejahatan mana yang saya lakukan?"
sanggahnya. "Bukannya daging merpati itu halal," lanjutnya.

Merpati jantan menimpal, "Saya tahu bahwa hal itu halal bagimu. Tetapi, jika
datang untuk berburu, engkau semestinya mengenakan pakaian seorang pemburu.
Engkau curang dan datang sebagai ulama."

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Hewan yang disembelih untuk qurban itu ditujukan untuk tiga hal, yaitu dimakan sendiri, dihadiahkan atau disedekahkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadist riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah membagi daging kurban menjadi tiga, sepertiga untuk keluarganya, sepertiga untuk fakir miskin dan tetangga dan sepertiga untuk orang meminta-minta

Dalam riwayat lain Rasulullah s.a.w. bersabda: "Makanlah sebagian, simpanlah sebagian dan bersedekahlah dengan sebagian".

Adapun panitia penyembelihan hewan qurban sesungguhnya secara syar’i tidak diisyaratkan untuk dibentuk, sehingga dari segi pembiayaan pun tidak dialokasikan dana secara syar’i. Hal ini berbeda dengan amil zakat, yang memang secara tegas disebutkan di dalam Al-Quran Al-Kariem sebagai salah satu mustahiq zakat.

Siapa yang menjual kulit qurban itu maka tidak dianggap qurban baginya.

Maka bila seseorang meminta jasa orang lain untuk disembelihkan hewan qurban miliknya, tetapi dengan imbalan berupa kulit hewan itu menjadi milik tukang jagalnya, maka tidaklah termasuk qurban, sesuai hadits di atas.

Demikian juga dengan panitia penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban, seharusnya mereka punya kas tersendiri di luar dari hasil hewan yang diqurbankan. Boleh saja panitia mengutip biaya jasa penyembelihan kepada mereka yang meminta disembelihkan. Hal seperti ini sudah lumrah, misalnya untuk tiap seekor kambing, dipungut biaya Rp 30.000 s/d Rp 50.000. Biaya ini wajar sebagai ongkos jasa penyembelihan hewan dan pendistribusian dagingnya, dari pada harus mengerjakan sendiri.

Tetapi panitia penyembelihan hewan qurban dilarang mengambil sebagian dari hewan itu untuk kepentingan penyembelihan. Baik dengan cara menjual daging, kulit, kepada atau kaki. Demikian pula dengan masjid, tidak perlu masjid dibiayai dari hasil penjualan daging qurban, sebab daging atau pun bagian tubuh hewan qurban itu tidak boleh diperjual-belikan.

Termasuk dalam hal ini jasa para tukang potong, haruslah dikeluarkan dari kas tersendiri, di luar dari hewan yang dipotong.

Ali ra. berkata, Aku diperintah Rasulullah menyembelih kurban dan membagikan kulit dan kulit di punggung onta, dan agar tidak memberikannya kepada penyembelih. .

Memberikan kulit atau bagian lain dari hewan kurban kepada penyembelih bila tidak sebagai upah, misalnya pemberian atau dia termasuk penerima, maka diperbolehkan. Bahkan bila dia sebagai orang yang berhak menerima kurban ini lebih diutamakan sebab dialah yang banyak membantu pelaksanaan kurban.

Bagi pelaku kurban juga diperbolehkan mengambil kulit hewan kurban untuk kepentingan pribadinya. Aisyah r.a. diriwayatkan menjadikan kulit hewan kurbannya sebagai tempat air minum.

WAKTU PENYEMBELIHAN KURBAN

Waktu penyembelihan kurban mulai dari setelah sholat Ied di hari raya kurban sampai terbenam matahari pada hari terakhir Tasyriq yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Sehingga hari penyembelihan ialah empat hari : satu hari di hari raya kurban setelah shalat Ied dan tiga hari setelahnya. Barangsiapa menyembelih kurban sebelum selesai shalat Ied atau setelah terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah, maka kurban tdk sah. Ada yg mengatakan bahwa waktu penyembelihan ha dua hari setelah Ied saja, dan menurut pendapat ini hari penyembelihan hanya tiga hari saja. Tetapi yg rajih ialah pendapat yg pertama.

Dibolehkan menyembelih kurban di waktu siang atau malam, namum penyembelihan di siang hari lebih utama. Setiap hari dari hari-hari penyembelihan lebih utama dari hari setelahnya, krn mendahulukan sembelihan termasuk sikap bersegera melaksanakan ketaatan.

An-Nawawi Rahimahullah berkata : Adapun waktu berkurban, maka sepatut menyembelih setelah shalat bersama imam dan ketika itu sah secara ijma. Ibnul Munzdiri Rahimahullah berkata :“Mereka telah berijma bahwa penyembelihan kurban tdk boleh dilakukan sebelum terbit matahari pagi hari raya kurban. Dan mereka berbeda pendpt pada penyembelihan setelahnya.

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata :“Mereka sepakat bahwa kurban disyariatkan juga di malam hari sebagaimana disyariatkan di siang hari, kecuali satu riwayat dari Imam Malik dan juga Imam Ahmad.

KURBAN SAH UNTUK BERAPA ORANG ?

Satu kurban berupa kambing cukup untuk seorang dari ahli bait (keluarganya) dan kaum muslimin yg ia kehendaki, baik masih hidup ataupun sudah wafat. Telah diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyembelih kurbannya, beliau berkata: " Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarda Muhammad dan umat Muhammad".

Sepertujuh untuk unta atau sapi mencukupi dari orang yg cukup untuk satu kambing. Seandai seorang muslim menyembelih sepertujuh unta atau sapi untuk dan keluarganya, maka itu ialah sah, dan seandai untuk tujuh orang brserikat menyembelih kurban atau hadyu, satu unta atau satu sapi, maka itupun sah.

ORANG YANG DISYARIATKAN BERKURBAN:

Pada asal kurban itu disyariatkan untuk oang yg masih hidup, berdasarkan riwayat yg mengatakan bahwa beliau telah menyembelih hewan kurban untuk diri dan kelaurganya.

Adapun peruntukan sebagian orang yg mendahulukan kurban untuk mayit atas diri dan keluarga sebagai shadaqah dari mereka, maka amalan ini tdk mempunyai dasar menurut apa yg kami ketahui. Namun, seandai ia berkurban untuk diri dan keluarga lalu memasukkan orang-orang yg telah meninggal dunia bersama mereka atau menyembelih kurban untuk mayit secara sendirian sebagai shadaqah darinya, maka hal itu tdk mengapa dan ia mendpt pahala, insya Allah

Adapun kurban untuk orang yg telah meninggal dunia yg mrpk wasiat (orang yg mati) kpdnya, maka ini wajib dilaksanakan, walaupun ia belum berkurban untuk diri sendiri, krn ia diperintahkan untuk melaksanakan wasiat tersebut

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Berserikat Dalam Kurban Dan Bershadaqah Dengan Nilainya:

Seekor kambing tdk bisa untuk dua orang atau lebih yg kedua membeli dan menyembelih kurban tersebut, krn hal itu tdk terdpt dalam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, sebagaimana tdk boleh berserikat lebih dari tujuh orang dalam satu unta atau satu sapi, krn ibadah itu tauqifiyah (semata bersandar kpd wahyu). Yang benar dan boleh hanyalah berserikat tujuh orang atau kurang dari itu dalam satu unta atau sapi. Hukum ini berlaku tdk pada permasalahan pahalanya, krn tdk ada batasan jumlah berserikat dalam pahalanya, krn keutamaan Allah itu sangat luas sekali.

Disini wajib diingatkan akan kesalahan yg dianggap remeh oleh sebagian orang yg memiliki tanggung jawab melaksnakan wasiat, dimana ia mengumpulkan wasiat-wasiat lebih dari satu kerabat dalam satu kurban untuk semua. Ini tdk bolehkan. Namun, jika yg berwasiat ialah seorang yg berwasiat dgn beberapa kurban lalu ia kumpulkan dalam satu kurban, maka hal itu tdk mengapa, is Allah.

BERSHADAQAH DENGAN NILAINYA

Penyembelihan kurban termasuk salah satu syi'ar agama Islam yg jelas, oleh krn itu menyembelih lebih utama dari bershadaqah senilainya, dgn dasar sebagai berikut.

[1]. Penyembelihan kurban ialah amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabat beliau dan orang-orang setelah mereka dari para Salaf umat ini.

[2]. Penyembelihan termasuk syi'ar Allah, seandai manusia berpaling dari kpd shadaqah senilai kurban tersebut, tentulah syi'ar penyembelihan kurban ini akan hilang.

[3]. Penyembelihan kurban ialah ibadah yg tampak sedangkan shadaqah dgn senilai dimaukkan dalam ibadah yg tdk nampak.

[4]. Seandai bershadaqah senilai sama dgn nilai penyembelihan kurban atau lebih baik, tentullah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dgn ucapan atau peruntukan, krn beliau tdk pernah meninggalkan satu kebaikan kecuali beliau telah menunjukkan dan tdk pula satu kejelekan pun melainkan beliau telah memperingatkan darinya.

[5]. Sudah dimaklumi bahwa shadaqah dgn nilai kurban tersebut lebih mudah dan lebih gampang dari menyembelih krn ada kesulitan yg telah diketahui oleh orang yg menemani penyembelihan dan mendahului pada banyak keadaan. Seandai bershadaqah dgn harga kurban tersebut lebih utama atau sama, pasti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskannya, sebab beliau ialah orang yg sangat menyaygi umat dan sangat pengasih terhadap mereka. Beliau ialah orang yg selalu memilih perkara yg paling mudah dan ringan untuk umatnya. Dengan demikian, diketahui secara pasti bahwa penyembelihan ialah utama. Wallahu alam.

Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan :“Al-Udhiyah (kurban), Aqiqah dan Al-Hadyu lebih utama dari shadaqah senilainya. Jika ia memiliki harta untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kpd Allah, maka hendaklah ia berkurban, dan memakan dari sebagian kurban lebih utama dari shadaqah dan Al-Hadyu di Makkah lebih baik dari bershadaqah senilainya.[1]

Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan :“Penyembelihan di tempat lebih utama dari shadaqah dgn senilainya. Beliau melanjutkan perkataanya :“oleh krnnya, seandai ia bershadaqah dgn nilai yg berlipat ganda sebagai ganti sembelihan haji Tammatu dan sembelihan haji Qiran (Dam Al-Qiran), maka ia tdk dpt menggantikannya. Demikian juga kurban.

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Bacaan Menyembelih Kurban:

Adapun dalam semebelihan hewan qurban disunahkan membaca doa: "Bismillahi Wallohu Akbar Allohumma taqobbal minni". Karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir RA, ia berkata: "Aku pernah melaksanakan sholat Iedul Adha bersama Rasulullah SAW, tatkala beliau selesai melaksanakannya, beliau datang sambil membawa seekor kambing yang besar lalu beliau menyembelihnya, dan berdoa: Bismillahi wallohu akbar Allohumma haadzaa anni wa amman lam yudhohhi min ummati (Dengan menyebut nama Alloh, Alloh Maha Besar, Ya Alloh ini adal kurban dariku dan dari umatku yang tidak mampu untuk melaksanaknnya) (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzy- Nailul Author 5/109)

Tingkatan dan Jenis Hadits


Klasifikasi Hadits berdasarkan pada Kuat Lemahnya Berita

Berdasarkan pada kuat lemahnya hadits tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu hadits maqbul (diterima) dan mardud (tertolak). Hadits yang diterima terbagi menjadi dua, yaitu hadits yang shahih dan hasan. Sedangkan yang tertolak disebut juga dengan dhaif.

1. Hadits Yang Diterima (Maqbul)

Hadits yang diterima dibagi menjadi 2 (dua):

1. 1. Hadits Shahih

1. 1. 1. Definisi:

Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah adalah:

Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.

Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah:

Hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.

1. 1. 2. Syarat-Syarat Hadits Shahih:

Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:

  • Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
  • Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya
  • Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
  • Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits)
  • Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.

1. 2. Hadits Hasan

1.2.1. Definisi

Secara bahasa, Hasan adalah sifat yang bermakna indah. Sedangkan secara istilah, para ulama mempunyai pendapat tersendiri seperti yang disebutkan berikut ini:

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar menuliskan tentang definisi hadits Hasan:

Hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttashil (bersambung-sambung sanadnya), yang musnad jalan datangnya sampai kepada nabi SAW dan yang tidak cacat dan tidak punya keganjilan.

At-Tirmizy dalam Al-Ilal menyebutkan tentang pengertian hadits hasan:

Hadits yang selamat dari syuadzudz dan dari orang yang tertuduh dusta dan diriwayatkan seperti itu dalam banyak jalan.

Al-Khattabi menyebutkan tentang pengertian hadits hasan:

Hadits yang orang-orangnya dikenal, terkenal makhrajnya dan dikenal para perawinya.

Yang dimaksud dengan makhraj adalah dikenal tempat di mana dia meriwayatkan hadits itu. Seperti Qatadah buat penduduk Bashrah, Abu Ishaq as-Suba''i dalam kalangan ulama Kufah dan Atha'' bagi penduduk kalangan Makkah.

Jumhur ulama: Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil (tapi) tidak begitu kuat ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan matannya.

Maka bisa disimpulkan bahwa hadits hasan adalah hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.

1.2.2. Klasifikasi Hadits Hasan

Hasan Lidzatih

Yaitu hadits hasan yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Atau hadits yang bersambung-sambung sanadnya dengan orang yang adil yang kurang kuat hafalannya dan tidak terdapat padanya sydzudz dan illat.

Di antara contoh hadits ini adalah:

"Seandainya aku tidak memberatkan umatku, maka pasti aku perintahkan untuk menggosok gigi setiap waktu shalat"

Hadits Hasan lighairih

Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Ringkasnya, hadits hasan li ghairihi ini asalnya adalah hadits dhaif (lemah), namun karena ada ada mu''adhdhid, maka derajatnya naik sedikit menjadi hasan li ghairihi. Andaikata tidak ada ''Adhid, maka kedudukannya dhaif.

Di antara contoh hadits ini adalah hadits tentang Nabi SAW membolehkan wanita menerima mahar berupa sepasang sandal:

"Apakah kamu rela menyerahkan diri dan hartamu dengan hanya sepasang sandal ini?" Perempuan itu menjawab, "Ya." Maka nabi SAW pun membolehkannya.

Hadits ini asalnya dhaif (lemah), karena diriwayatkan oleh Turmuzy dari ''Ashim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amr. As-Suyuti mengatakan bahwa ''Ashim ini dhaif lantaran lemah hafalannya. Namun karena ada jalur lain yang lebih kuat, maka posisi hadits ini menjadi hasan li ghairihi.

Kedudukan Hadits Hasan adalah berdasarkan tinggi rendahnya ketsiqahan dan keadilan para rawinya, yang paling tinggi kedudukannya ialah yang bersanad ahsanu’l-asanid.

Hadits Shahih dan Hadits Hasan ini diterima oleh para ulama untuk menetapkan hukum (Hadits Makbul).

Hadits Hasan Naik Derajat Menjadi Shahih

Bila sebuah hadits hasan li dzatihi diriwayatkan lagi dari jalan yang lain yang kuat keadaannya, naiklah dia dari derajat hasan li dzatihi kepada derajat shahih. Karena kekurangan yang terdapat pada sanad pertama, yaitu kurang kuat hafalan perawinya telah hilang dengan ada sanad yang lain yang lebih kuat, atau dengan ada beberapa sanad lain.

* * *

2. Hadits Mardud (Tertolak)

Setelah kita bicara hadits maqbul yang di dalamnya adahadits shahih dan hasan, sekarang kita bicara tentang kelompok yang kedua, yaitu hadits yang tertolak.

Hadits yang tertolak adalah hadits yang dhaif dan juga hadits palsu. Sebenarnya hadits palsu bukan termasuk hadits, hanya sebagian orang yang bodoh dan awam yang memasukkannya ke dalam hadits. Sedangkan hadits dhaif memang benar sebuah hadits, hanya saja karena satu sebab tertentu, hadis dhaif menjadi tertolak untuk dijadikan landasan aqidah dan syariah.

2.1 Definisi:

Hadits Dhaif yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits Shahih atau hadits Hasan.

Hadits Dhaif merupakan hadits Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk dijadikan dasar hukum.

2.2. Penyebab Tertolak

Ada beberapa alasan yang menyebabkan tertolaknya Hadits Dhaif, yaitu:

2.2.1 Adanya Kekurangan pada Perawinya

Baik tentang keadilan maupun hafalannya, misalnya karena:

  • Dusta (hadits maudlu)
  • Tertuduh dusta (hadits matruk)
  • Fasik, yaitu banyak salah lengah dalam menghafal
  • Banyak waham (prasangka) disebut hadits mu’allal
  • Menyalahi riwayat orang kepercayaan
  • Tidak diketahui identitasnya (hadits Mubham)
  • Penganut Bid’ah (hadits mardud)
  • Tidak baik hafalannya (hadits syadz dan mukhtalith)

2.2.2. Karena Sanadnya Tidak Bersambung

  • Kalau yang digugurkan sanad pertama disebut hadits mu’allaq
  • Kalau yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) disebut hadits mursal
  • Kalau yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal
  • Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’

2. 2. 3. Karena Matan (Isi Teks) Yang Bermasalah

Selain karena dua hal di atas, kedhaifan suatu hadits bisa juga terjadi karena kelemahan pada matan. Hadits Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada matan ialah hadits Mauquf dan Maqthu

Oleh karenanya para ulama melarang menyampaikan hadits dhaif tanpa menjelaskan sanadnya. Adapun kalau dengan sanadnya, mereka tidak mengingkarinya

2.3. Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif

Segenap ulama sepakat bahwa hadits yang lemah sanadnya (dhaif) untuk masalah aqidah dan hukum halal dan haram adalah terlarang. Demikian juga dengan hukum jual beli, hukum akad nikah, hukum thalaq dan lain-lain.

Tetapi mereka berselisih faham tentang mempergunakan hadits dha''if untuk menerangkan keutamaan amal, yang sering diistilahkan dengan fadhailul a''mal, yaitu untuk targhib atau memberi semangat menggembirakan pelakunya atau tarhib (menakutkan pelanggarnya).

Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim menetapkan bahwa bila hadits dha''if tidak bisa digunakan meski hanya untuk masalah keutamaan amal. Demikian juga para pengikut Daud Azh-Zhahiri serta Abu Bakar Ibnul Arabi Al-Maliki. Tidak boleh siapapun dengan tujuan apapun menyandarkan suatu hal kepada Rasulullah SAW, sementara derajat periwayatannya lemah.

Ketegasan sikap kalangan ini berangkat dari karakter dan peran mereka sebagai orang-orang yang berkonsentrasi pada keshahihan suatu hadits. Imam Al-Bukhari dan Muslim memang menjadi maskot masalah keshahihan suatu riwayat hadits. Kitab shahih karya mereka masing-masing adalah kitab tershahih kedua dan ketiga di permukaan muka bumi setelah Al-Quran Al-Kariem.

Senjata utama mereka yang paling sering dinampakkan adalah hadits dari Rasulullah SAW:

Siapa yang menceritakan sesuatu hal dari padaku padahal dia tahu bahwa hadits itu haditsku, maka orang itu salah seorang pendusta. (HR Bukhari Muslim)

Sedangkan Al-Imam An-Nawawi rahimahulah di dalam kitab Al-Adzkar mengatakan bahwa para ulama hadits dan para fuqaha membolehkan kita mempergunakan hadits yang dhaif untuk memberikan targhib atau tarhib dalam beramal, selama hadits itu belum sampai kepada derajat maudhu'' (palsu).

Namun pernyataan beliau ini seringkali dipahami secara salah kaprah. Banyak yang menyangka bahwa maksud pernyataan Imam An-Nawawi itu membolehkan kita memakai hadits dhaif untuk menetapkan suatu amal yang hukumnya sunnah.

Padahal yang benar adalah masalah keutamaan suatu amal ibadah. Jadi kita tetap tidak boleh menetapkan sebuah ibadah yang bersifat sunnah hanya dengan menggunakan hadits yang dhaif, melainkan kita boleh menggunakan hadits dha''if untuk menggambarkan bahwa suatu amal itu berpahala besar.

Sedangkan setiap amal sunnah, tetap harus didasari dengan hadits yang kuat.

Lagi pula, kalau pun sebuah hadits itu boleh digunakan untuk memberi semangat dalam beramal, maka ada beberapa syarat yang juga harus terpenuhi, antara lain:

  1. Derajat kelemahan hadits itu tidak terlalu parah. Perawi yang telah dicap sebagai pendusta, atau tertuduh sebagai pendusta atau yang terlalu sering keliru, maka haditsnya tidak bisa dipakai. Sebab derajat haditsnya sudah sangat parah kelemahannya.
  2. Perbuatan amal itu masih termasuk di bawah suatu dasar yang umum. Sedangkan sebuah amal yang tidak punya dasar sama sekali tidak boleh dilakkan hanya berdasarkan hadits yang lemah.
  3. Ketika seseorang mengamalkan sebuah amalan yang disemangati dengan hadits lemah, tidak boleh diyakini bahwa semangat itu datangnya dari nabi SAW. Agar kita terhindar dari menyandarkan suatu hal kepada Rasulullah SAW sementara beliau tidak pernah menyatakan hal itu.

Demikian sekelumit informasi singkat tentang pembagian hadits, dilihat dari sudut apakah hadits itu bisa diterima ataukah hadits itu tertolak.

Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kostum Agama

Kostum Agama
Budaya keagamaan Islam mencapai puncak kemeriahannya terutama pada bulan
Ramadhan
. Televisi berlomba menggelar mubaligh dan presenter. Berbagai
busana muslim-muslimah kita tonjolkan. Hiasan dan kostum warna warni mewah
meriah kita pajang.

Saya sendiri berusaha menyesuaikan diri, sehingga untuk keperluan shooting
saya pinjam sarung untuk kemul-kemul. Untuk siapakah semua itu
dipertunjukkan? Untuk Allah, untuk bulan Ramadhan, atau untuk pemirsa? Kita
ber-khusnudhdhan bahwa kita semua ini sangat mencintai dan menghormati
Allah.

Hanya saja -- seakan-akan hanya pada bulan Ramadhan saja Allah hadir.
Seolah-olah hanya pada Ramadhan saja kita semua berhadapan dengan Allah. Dan
kalau sesudah selesai acara lantas kita berganti pakaian yang asli --
seakan-akan hanya di depan kamera saja kita menghormati Allah.

Saya sangat takut jangan-jangan Allah merasa kita bohongi.

Emha Ainun Nadjib,

Makna 4 Istri Didunia

Makna 4 Istri Didunia
Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 isteri.
Dia mencintai isteri ke-4 dan menganugerahinya harta dan kesenangan,
sebab ia yang tercantik di antara semua isterinya.

Pria ini juga mencintai isterinya yang ke-3. ia sangat bangga
dengan sang isteri dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita
cantik ini kepada semua temannya. Namun ia juga selalu kuatir kalau
isterinya ini lari dengan pria lain. Begitu juga dengan isteri ke-2.
Sang pedagang sangat menyukainya karena ia isteri yang sabar dan
penuh pengertian.

Kapan pun pedagang mendapat masalah, ia selalu minta pertimbangan
isteri ke-2-nya ini, yang selalu menolong dan mendampingi sang
suami melewati masa-masa sulit.

Sama halnya dengan isteri pertama. Ia adalah pasangan yang sangat
setia dan selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarganya.
Wanita ini yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan bisnis
sang suami.

Akan tetapi, sang pedagang kurang mencintainya meski isteri
pertama ini begitu sayang kepadanya. Suatu hari si pedagang sakit
dan menyadari bahwa ia akan segera meninggal. Ia meresapi semua
kehidupan indahnya dan berkata dalam hati, "Saat ini aku punya
4 isteri. Namun saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa
menyedihkan."

ISTERI KE-4: NO WAY
Lalu pedagang itu memanggil semua isterinya dan bertanya pada
isteri ke-4-nya. "Engkaulah yang paling kucintai, kuberikan kau
gaun dan perhiasan indah. Nah, sekarang aku akan mati. Maukah
kamu mendampingi dan menemaniku?" Ia terdiam…. tentu saja
tidak! Jawab isteri ke-4 dan pergi begitu saja tanpa berkata
apa2 lagi. Jawaban ini sangat menyakitkan hati. Seakan2 ada
pisau terhunus dan mengiris- iris hatinya.

ISTERI KE-3: MENIKAH LAGI
Pedagang itu sedih lalu bertanya pada isteri ke-3. "Aku pun
mencintaimu sepenuh hati dan saat ini hidupku akan berakhir.
Maukah kau ikut denganku dan menemani akhir hayatku?" Isterinya menjawab, "hidup
begitu indah di sini, Aku akan menikah lagi
jika kau mati". Bagai disambar petir di siang bolong, sang
pedagang sangat terpukul dengan jawaban tsb. Badannya terasa
demam.

ISTERI KE-2: SAMPAI LIANG KUBUR
Kemudian ia memanggil isteri ke-2. "Aku selalu berpaling kepadamu
setiap kali aku mendapat masalah dan kau selalu membantuku sepenuh
hati. Kini aku butuh sekali bantuanmu. Kalau aku mati, maukah
engkau mendampingiku?" Jawab sang isteri, "Maafkan aku kali ini
aku tak bisa menolongmu. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke
liang kubur. Nantiakan kubuatkan makam yang indah untukmu."

ISTERI KE-1: SETIA BERSAMA SUAMI
Pedagang ini merasa putus asa. Dalam kondisi kecewa itu, tiba-
EMPAT ISTRI

tiba terdengar suara, "Aku akan tinggal bersamamu dan menemanimu
kemana pun kau pergi.
Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Pria itu
lalu menoleh ke samping, dan mendapati isteri pertamanya di
sana. Ia tampak begitu kurus. Badannya seperti orang kelaparan.
Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja aku
bisa merawatmu lebih baik saat aku mampu, tak akan kubiarkan
engkau kurus seperti ini, isteriku."

HIDUP KITA DIWARNAI 4 ISTERI
Sesungguhnya, kita punya 4 isteri dalam hidup ini. Isteri ke-4
adalah TUBUH kita. Seberapa banyak waktu dan biaya yang kita
keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah. Semua ini
akan hilang dalam suatu batas waktu dan ruang. Tak ada keindahan
dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap kepada-Nya.

Isteri ke-3, STATUS SOSIAL DAN KEKAYAAN. Saat kita meninggal,
semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah dan
melupakan kita yang pernah memilikinya. Sebesar apapun kedudukan
kita dalam masyarakat dan sebanyak apapun harta kita, semua itu
akan berpindah tangan dalam waktu sekejap ketika kita tiada.

Sedangkan isteri ke-2, yakni KERABAT DAN TEMAN. Seberapa pun dekat
hubungankita dengan mereka, kita tak akan bisa terus bersama mereka.
Hanya sampai liang kuburlah mereka menemani kita. Dan sesungguhnya
isteri pertama kita adalah JIWA DAN AMAL KITA. Sebenarnya hanya
jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia mendampingi
kemana pun kita melangkah. Hanya amallah yang mampu menolong kita
di akhirat kelak.

Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa kita dengan bijak serta
jangan pernah malu untuk berbuat amal, memberikan pertolongan
kepada sesama yang membutuhkan. Betapa pun kecilnya bantuan kita,
pemberian kita menjadi sangat berarti bagi mereka yang memerlukannya.

Kenapa Harus Kiblat Saat Sholat

Kenapa Harus Kiblat Saat Sholat
Mungkin selama ini kita selalu bertanya setiap kali kita melakukan ibadah sekaligus rukun Islam nomor dua yaitu shalat kita selalu menghadap kiblat, atau dalam hal ini Ka'bah. Nah mengapakah sebenarnya harus menghadap Ka'bah?

Hal ini sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturukan dalam Al-Quran: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran : 96).

Konon di zaman Nabi Nuh as, ka’bah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air yang ternyata disitulah pondasi Ka’bah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan Ka’bah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia.

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27).

Di masa Nabi Muhammad, awalnya perintah shalat itu ke baitul Maqdis di Palestina. Namun Rasulullah saw berusaha untuk tetap shalat menghadap ke Ka’bah. Caranya adalah dengan mengambil posisi di sebelah selatan Ka’bah. Dengan mengahadap ke utara, maka selain menghadap Baitul Maqdis di Palestina, beliau juga tetap menghadap Ka’bah.

Namun ketika beliau dan para shahabat hijrah ke Madinah, maka menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah menjadi mustahil. Dan Rasulullah saw sering menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk menghadapkan shalat ke Ka’bah. Hingga turunlah ayat berikut :

Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 144).

Jadi di dalam urusan menghadap Ka’bah, umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang. Ka’bah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah swt telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Ka’bah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat

Hidup Itu Dihati

Hidup Itu Dihati
Manusia hidup dari hatinya. Manusia bertempat tinggal dihatinya. Hati adalah
sebuah perjalanan panjang. Manusia menyusurinya, menuju kepuasannya,
kesejahteraannya, kebahagiannya, & Tuhannya. Berbagai
makhluk menghalanginya, terkadang, atau sering kali, dirinya sendirilah yang
merintanginya.

Hati adalah pusat kehendak yang membuat manusia tertawa dan menangis, sedih
dan gembira, suka ria atau berputus asa. Manusia mengembara dihatinya:
pikiran membantunya, maka pikiran harus bekerja sekeras-kerasnya, pikiran
bisa perlu ber-revolusi, pikiran tak boleh tidur, pikiran harus dipacu lebih
cepat dari waktu cahaya.

Hati tidak selalu mengerti persis apa yang dikehendakinya. Ia hanya bisa
berkiblat ke Tuhannya untuk memperoleh kejernihan dan ketepatan kemauannya.

Pikiran ikut menolongnya mendapatkan kejernihan dan ketetapan itu, tapi
pikiran tidak bisa menerangkan apa-apa tentang Tuhannya. Pikiran mengabdi
kepada hatinya, hati selalu bertanya kepada Tuhannya. Di
hadapan Tuhan, pikiran adalah kegelapan dan kebodohan. Jika pikiran ingin
mencapai Tuhannya, ia menyesuaikan diri dengan hukum dimensi hatinya. Jika
tidak
, pikiran akan menawarkan kerusakan, keterjebakan dan bumerang.

Jika pikiran hanya mampu mempersembahkan benda-benda kepada hatinya, maka
hati akan tercampak ke ruang hampa, dan pikiran sendiri memperlebar jarak
dari Tuhannya.

Badan akan lebur ke tanah. Pikiran akan lebur diruang dan waktu. Hati akan
lebur di Tuhan. Jika derajat hati diturunkan ke tanah, jika tingkat pikiran
bersibuk dengan bongkahan logam, maka dalam keniscayaan lebur ke Tuhan,
mereka akan hanya siap menjadi onggokan kayu, yang terbakar tidak oleh cinta
kasih Tuhan, melainkan oleh api.

Jika hati hanya berpedoman kepada badan, maka ia hanya akan ketakutan oleh
batas usia, oleh mati, oleh kemelaratan, oleh ketidakpunyaan. Jika pikiran
hanya mengurusi badan, jika pikiran tak kenal ujung maka ia akan rakus
kepada alam, akan membusung dengan keangkuhan, kemudian kaget dan kecewa
oleh segala yang dihasilkan.

Emha Ainun Nadjib,

Dari buku "Dari Pojok Sejarah", Penerbit Mizan

Bekerja itu Memproduksi Tenaga

Bekerja itu Memproduksi Tenaga
Ibu, anakmu bukan berpejam mata terhadap betapa penting perkembangan
pemikiran-pemikiran. Anakmu belum segila itu.



Tapi ia merasa terlibat di dalam belum berhasilnya manusia memfungsikan ilmu
pengetahuan
untuk berpacu melawan laju kebobrokan.


Anakmu memusatkan omongannya ini pada ironi yang anakmu sandang sendiri.
Ibu, kami sibuk merumus-rumuskan keadaan, meniti dan menggambar peta
masalah, mengucapkan dan mengumumkannya.


Pengumuman itu mandeg sebagai pengumuman. tulisan mengabdi kepada dirinya
sendiri.
Sedangkan Ibu, hampir tanpa kata, berada di dalam peta itu, menjawabnya
dengan tangan, kaki dan keringat.


Kami menghabiskan hari demi hari untuk mengeja gejala, dengan susah payah
berusaha menjelaskan kepada diri sendiri, sampai akhirnya kelelahan,
lungkrah dan ngantuk—Ibu pula yang dengan tekun memijiti tubuh kami.


Ibu tak kehabisan tenaga. Apakah Ibu menyewanya langsung dari Tuhan?


Ya, Bu. Bekerja itu memproduksi tenaga. Berpikir, yang hanya berpikir,
selalu menciptakan keletihan, yang belum tentu ada gunanya.


Manusia hendaknya tahu diri, belajar bertawadlu’ dan mencoba mengenali
rahasia-rahasia firman-Nya, atau yang alau memakai bahasa keduniaan manusia;
mengenali retorika dan diplomasi-Nya. Jangan sekali-kali kita terjebak dalam
kandungan dan membayangkan Allah memiliki kepentingan atas kehidupan dan
segala pekerjaan kita.



Emha Ainun Nadjib,

Dari buku "Ibu, Tamparlah Mulut Anakmu, Sekelumit Catatan Harian", 2000,
Zaituna.

Ibundamu

Ibundamu
Ibumu adalah Ibunda darah dagingmu
Tundukkan mukamu
Bungkukkan badanmu
Raih punggung tangan beliau
Ciumlah dalam-dalam
Hiruplah wewangian cintanya
Dan rasukkan ke dalam kalbumu
Agar menjadi jimat bagi rizki dan kebahagiaanmu
Tanah air adalah Ibunda alammu
Lepaskan alas kaki keangkuhanmu
Agar setiap pori-pori kulitmu menghirup zat kimia kasih sayangnya
Sentuhkan keningmu pada hamparan debu
Reguklah air murni dari kandungan kalbunya
Karena Ibunda tanah airmu itulah pasal pertama setiap kata ilmu dan lembar
pembangunan hidupmu

Rakyat adalah Ibunda sejarahmu
Rakyat bukan bawahanmu, melainkan atasanmu
Jangan kau tengok mereka ke bawah kakimu, karena justru engkau adalah alas
kaki mereka yang bertugas melindungi kaki mereka dari luka-luka
Rakyat bukan anak buahmu yang engkau berhak menyuruh-nyuruh dan mengawasi
Rakyat adalah Tuanmu, yang di genggaman tangannya terletak hitam putih
nasibmu
di hadapan mata Tuhan

Rakyat adalah Ibunda yang menyayangimu
Takutlah kepada air matanya, karena jika Ibunda menangis karena engkau
tusuk perasaannya, Tuhan akan mengubah peranNya dari Sang Penabur Kasih
Sayang
menjadi Sang Pengancam, Sang Penyiksa yang maha dahsyat

Ibunda darahmu
Ibunda tanah airmu
Ibunda rakyatmu
Adalah sumber nafkahmu, kunci kesejahteraanmu serta mata air kebahagiaan
hidupmu
Pejamkanlah mata, rasakan kedekatan cintanya
Sebab ketika itu Tuhan sendiri yang mengalir dalam kehangatan darahnya
Kalau Ibunda membelai rambutmu
Kalau Ibunda mengusap keningmu, memijiti kakimu
Nikmatilah dengan syukur dan batin yang bersujud
Karena sesungguhnya Allah sendiri yang hadir dan maujud
Kalau dari tempat yang jauh engkau kangen kepada ibunda
Kalau dari tempat yang jauh ibunda kangen kepada engkau, dendangkanlah
nyanyian puji-puji untuk Tuhanmu
Karena setiap bunyi kerinduan hatimu adalah
Sebaris lagu cinta Allah kepada segala ciptaanNya
Kalau engkau menangis Ibundamu yang meneteskan air mata
Dan Tuhan yang akan mengusapnya
Kalau engkau bersedih Ibundamu yang kesakitan
Dan Tuhan yang menyiapkan hiburan-hiburan
Menangislah banyak-banyak untuk Ibundamu
Dan jangan bikin satu kalipun Ibumu menangis karenamu
Kecuali engkau punya keberanian untuk membuat Tuhan naik pitam kepada
hidupmu
kalau ibundamu menangis, para Malaikat menjelma jadi butiranbutiran air
matanya
Dan cahaya yang memancar dari airmata ibunda membuat para malaikat itu silau
dan marah kepadamu
Dan kemarahan para malaikat adalah kemarahan suci sehingga Allah tidak
melarang mereka tatkala menutup pintu sorga bagimu

Ibu kandungmu adalah ibunda kehidupanmu
Jangan sakiti hatinya, karena ibundamu akan senantiasa memaafkanmu
Tetapi setiap permaafan ibundamu atas setiap kesalahanmu akan digenggam
erat-erat oleh para malaikat untuk mereka usulkan kepada Tuhan agar
dijadikan kayu bakar nerakamu
Rakyat negerimu adalah ibunda sejarahmu
Demi nasibmu sendiri jangan pernah injak kepala mereka
Demi keselamatanmu sendiri jangan curi makanan mereka
Demi kemashlahatan anak cucumu sendiri jangan pernah hisap darah mereka

Jangan pernah rampok tanah mereka
Sebab engkau tidak bisa menang atas Ibundamu sendiri
Dan ibundamu tidak pernah ingin mengalahkanmu
Sebab pemerintahmu tidak akan bisa menang atas rakyatmu
Sebab rakyatmulah ibunda yang melahirkanmu
Serta ia pulalah yang nanti akan menguburkanmu sambil menangis, karena ia
tidak menjadi bahagia oleh deritamu, karena ibu sejarahmu itu tidak
bergembira oleh kejatuhanmu
Ibundamu, tanah airmu, rakyatmu
Tak akan pernah bisa engkau kalahkan
Engkau merasa menang sehari semalam
Esok pagi engkau tumbang
Sementara Ibundamu, tanah airmu, rakyatmu
Tetap tegak di singgasana kemuliaan

Dari buku "Ibu, Tamparlah Mulut Anakmu, Sekelumit Catatan Harian",

Ditanyakan Kepadanya

Ditanyakan Kepadanya
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia

Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia

Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia

Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia

Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia

Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia.

By: Emha Ainun Nadjib

Air Mata Rosulullah

Air Mata Rosulullah
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. 'Bolehkah saya masuk?' tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya masuk, 'Maafkanlah, ayahku sedang demam.' kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, 'Siapakah itu wahai anakku?' 'Tak tahulah ayahku, orang
sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,' tutur Fatimah lembut.

Lalu,
Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
'Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,' kata
Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut
sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah
Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh
kekasih Allah dan penghulu dunia ini. 'Jibril, jelaskan apa hakku nanti
di hadapan Allah?' Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
'Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.

Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, ' kata Jibril. Tapi itu
ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan.

'Engkau tidak senang mendengar khabar ini?' Tanya
Jibril lagi. 'Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?' 'Jangan
khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad
telah berada di dalamnya,' kata Jibril.

Detik-detik semakin
dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang. 'Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.'

Perlahan
Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk
semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. 'Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu Jibril?' Tanya Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu. 'Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah
direnggut ajal,' kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. 'Ya Allah, dahsyat
nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada
umatku. 'Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak
bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan
sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. 'Uushiikum bis shalati, wa
maa malakat aimanuku - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang
lemah di antaramu.' Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan
Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan. 'Ummatii, ummatii, ummatiii?' - 'Umatku, umatku, umatku'

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Ibu, Tampar Mulut Anankmu!!

Ibu, Tampar Mulut Anankmu!!
Ibu, engkau duduk di hadapanku.

Ibu jadilah hakim yang syadid, yang besi, bagi anak-anakmu.

Jika kutulis ini sebagai buku netral, pengadilan akan empuk. Setiap kata
dari beribu bahasa bisa dipakai untuk mementaskan kepalsuan. seratus ahli
penyusun kalimat bisa memproduksi puluhan atau ratusan ribu rangkaian kata
yang bebas dari kenyataan dan dari diri penyusunnya sendiri.


Kebebasan itu bisa sekedar berupa keterlepasan kicauan intelektual dari
dunia empiris, tapi bisa juga merupakan kesenjangan antara semangat
ilmu—yang di antara keduanya membentang kemunafikan, inkonsistensi atau
bentuk-bentuk kelamisan lainnya.


Syair tidak bertanya kepada penyairnya.

Ilmu tidak menguak ilmiawannya.

Pembicaraan tidak menuntut pembicaranya. Tulisan tidak meminta bukti hidup
penulisnya. Ide tidak kembali kepada para pelontarnya.


Ibu yang duduk di hadapanku, ini adalah kritik anak-anakmu sendiri.

Allah melaknat orang yang mencari ilmu untuk ilmu. Al-‘ilmu lil-‘ilmi.

Ilmu menjadi batu, dan para pencari ilmu menyembah bau-batu, berhalaberhala
yang membeku di perpustakaan dan pusat-pusat dokumentasi serta informasi.


Betapa penting dokumentasi, tetapi ilmu tidak dipersembahkan kepada museum
apapun, melainkan kepada apa yang bisa dikerjakan hari ini oleh para penulis
di lapangan, bukan di kahyangan.


Ibu, tamparlah mulut anak-anakmu.


Orang yang bertahun-tahun mempelajari mana yang benar dan mana yang salah
dalam kehidupan, tidak dijamin memiliki kebenaran mental untuk mengemukakan
sesuatu hal itu benar dan sesuatu hal itu salah. Tinggi dan luasnya Ilmu
pengetahuan seorang cendekiawan tidak menjanjikan jaminan moral. Artinya,
dari kenyataan itu tercermin ketidaktahuan kemanusiaan.


Di dalam diri seseorang tidak terdapat keterkaitan positif antara,
pengetahuan, ilmu, mentalitas dan moralitas.


Emha Ainun Nadjib,

Dari buku “Ibu, Tamparlah Mulut Anakmu - Sekelumit Catatan Harian”

Seperti Apa Sholatmu

Seperti Apa Sholatmu

Utamaning sarira puniki /
Angrawuhono jatining solat /
Sembah lawan pujine /
Jatining solat iku /
Dudu ngisa tuwin magerib /
Sembayang araneka /
Wenange puniko /
Lamun aranono solat /
Pan minangkan kekembanging solat daim /
Ingaran tata krama //
Endi inggaran sembah sejati /
Aja nembah yen tan katingalan /
Temahe kasor kulane /
Yen siro nora weruh /
Kang sinembah ing dunyo iki /
Kadi anulup kaga /
Punglune den sawur /
Manuke mangsa kenaa /
Awekasa amangeran adam sarpin /
Sembahe siyo-siyo //
Pangakbetine ingkang utami /
Nora lan waktu sasolahire /
Punika mangka sembahe /
Meneng muni piniko /
Sasolahe raganireki /
Tan simpang dadi sembah /
Tekeng wulunipun /
Tinja turas dadi sembah /
Iku ingaranan niyat kang sejati /
Puji tan papegatan /
Terjemahan :
Unggulnya diri itu mengetahui hakekat sholat / Sembah dan pujian / Solat yang sebenarnya bukan mengerjakan solat isa atau magerib / Itu namanya sembayang / apabila disebut solat / maka itu hanyalah hiasan dari solat daim/ hanyalah tata krama //
Manakah yang disebut solat sesungguhnya / janganlah menyembah kalo tidak tau yang disembah / akibatnya akan direndahkan martabat hidupmu / apabila engkau tidak mengetahui yang disembah didunia ini / engkau seperti menyupit burung / pelurunya disebar tapi tidak ada burung yang kena / akhirnya hanya menyembah adam sarpin / penyembahan yang tiada berguna //
Kebaktian yang unggul iu tidak mengenal waktu / semua tingkah lakunya itulah sembayangnya / diam, bicara, dan semua gerak-gerik badannya merupakan sembayang / hingga wudu, tinja dan kencingnya pun merupakan sembayang / itulah yang disebut niat sejati / pujian yang tak putus-putusnya //

Menangis

Menangis
Sehabis sesiangan beker­ja di sawah-sawah serta disegala macam yang
diperlukan oleh desa rintisan yang mereka dirikan jauh di pedalaman, Abah
Latif rnenga­jak para santri untuk sesering mungkin bershalat malam.

Senantiasa lama waktu yang diperlukan, karena setiap kali memasuki kalimat
"iyyaka na'budu..." Abah Latif biasanya lantas menangis tersedu-sedu bagai
tak berpenghabisan.

Sesudah melalui perjuangan batin yang amat berat un­tuk melampaui kata itu,
Abah Latif akan berlama-lama lagi macet lidahnya mengucapkan "wa iyyaka
nasta'in..."

Banyak di antara jamah yang bahkan terkadang ada satu dua yang lantas ambruk
ke lantai atau meraung-raung.

"Hidup manusia harus ber­pijak, sebagaimana setiap pohon harus berakar",
ber­kata Abah Latif seusai wirid bersama, "Mengucapkan kata-kata itu dalam
al-Fatihah pun harus ada akar dan pijakannya yang nyata dalam
kehidupan.'Harus' di situ titik beratnya bukan sebagai aturan,melainkan
memang demikianlah hakekat alam, di mana manusia tak bisa berada dan berlaku
selain di dalam hakekat itu"'.

"Astaghfirullah, astaghfirullah" , geremang turut menangis mulut para­
santri.

"Jadi, anak-anakku" , beliau melanjutkan, "apa akar dan pijakan kita dalam
rnengucapkan kepada Allah iyyaka na'budu?"

"Bukankah tak ada salahnya mengucapkan sesuatu yang toh baik dan merupakan
bimbingan Allah itu sendiri, Abah?", bertanya seorang santri.

"Kita tidak boleh mengucapkan kata, Nak, kita hanya boleh mengucapkan
kehidupan".

"Belum jelas benar bagiku, Abah".

"Kita dilarang mengucapkan kekosongan, kita hanya diperkenankan mengucapkan
kenyataan".

"Astaghfirullah, astaghfirullah" , geremang mulut para santri terhenti
ucapannya, Dan Abah Latif meneruskan, "Sekarang ini kita mungkin sudah
pantas mengucapkan iyyaka a'budu. Kepada-Mu aku menyembah. Tetapi Kaum
Muslimin masih belum memiliki suatu kondisi keumatan untuk layak berkata
kepada-Mu kami menyembah, na'budu".

"Al-Fatihah haruslah mencerminkan proses dan tahapan pencapaian sejarah kita
sebagai diri pribadi serta kita seba­gai umatan wahidah. Ketika sampai di
kalimat na'budu, tingkat yang harus kita capai telah lebih dari 'abdullah,
yakni khalifatullah. Suatu maqam yang dipersyarati oleh kebersamaan Kaum
Muslimin dalam menyembah Allah di mana penyembahan itu diterjemahkan ke
dalam setiap bidang kehidupan. Mengucapkan iyyaka na'budu dalam shalat
mustilah memiliki akar dan pijakan di mana kita Kaum Muslimin telah membawa
urusan rumah tangga, urusan perniagaan, urusan sosial dan politik serta
segala urusan lain untuk menyembah hanya kepada Allah. Maka, anak-anakku,
betapa mungkin dalam keadaan kita dewasa ini lidah kita tidak kelu dan
airmata tak bercucuran tatkala harus mengucapkan kata-kata itu?"

"Astaghfirullah, astaghfirullah" , geremang mulut para santri.

"Al-Fatihah hanya pantas diucapkan apabila kita telah saling menjadi
khalifatullah di dalam berbagai hubungan kehidupan. Tangis kita akan
sungguh-sungguh tak berpeng­habisan karena dengan mengucapkan wa iyyaka
nasta'in, kita telah secara terang-terangan menipu Tuhan. Kita berbohong
kepada-Nya berpuluh-puluh kali dalam sehari. Kita nyatakan bahwa kita
meminta pertolongan hanya kepada Allah, padahal dalam sangat banyak hal kita
lebih banyak bergantung kepada kekuatan, kekuasaan dan mekanisme yang pada
hakekatnya melawan Allah".

"Astaghfirullah, astaghfirullah" , gemeremang para santri.

"Anak-anakku, pergilah masuk ke dalam dirimu sendiri, telusurilah
perbuatan-perbuatan mu sendiri, masuklah ke urusan-urusan manusia di
sekitarmu, pergilah ke pasar, ke kantor-kantor, ke panggung-panggung dunia
yang luas: tekunilah, temukanlah salah benarnya ucapan-ucapanku kepadamu.
Kemudian peliharalah kepekaan dan kesang­gupan untuk tetap bisa menangis.
Karena alhamdulillah seandainya sampai akhir hidup kita hanya diperkenankan
untuk menangis karena keadaan-keadaan itu: airmata saja pun sanggup
mengantarkan kita kepada-Nya". !

Emha Ainun Nadjib,

Sepak Bola Sebagai Gejala Sejarah

Sepak Bola Sebagai Gejala Sejarah
Saya tidak sungguh-sungguh mengenal – apalagi menguasai seluk beiuk – dunia
sepakbola. Saya sekedar menyukainya.


Pengetahuan saya mengenai tehnik persepakbolaan, sejarahnya, petanya di
negeri ini dan di dunia, siapa saja nama pemain-pemainnya – amat sangat
terbatas dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan pengetahuan Anda.
Indikator bahwa di dalam hidup saya ada sepakbola hanyalah bahwa di kedua
kaki saya terdapat banyak bekas luka karena main sepakbola ndeso di masa
kanak-kanak dan masa muda saya. Selebihnya, saya juga bukan penonton setia
pertandingan-pertandingan sepakbola di level manapun. Bukan pula pemerhati
perkembangan dunia sepakbola. Bahasa jelasnya: dalam soal persepakbolaan,
saya sama sekali seorang awam. Seorang penggembira yang mensyukuri bahwa
pernah ada seseorang, suatu kelompok atau sebuah masyarakat yang kreatif
menemukan kenikmatan ‘budaya’ yanq disebut sepakbola.


Adapun kalau sesekali saya menulis di media massa tentang sepakbola, ada
sejumlah sebab. Menulis di koran hanyalah perpanjangan tangan dari obrolan
sehari-­hari. Puluhan juta orang mernperbincangkan sepakbola: beda antara
saya dengan mereka hanyalah bahwa obrolan saya terkadang memakai modus
ekspresi yang lain serta dengan daya jangkau yang agak lebih luas.
Sebagaimana berpuluh-puluh juta orang tersebut berhak membicarakan apa saja
– dari presiden, Tuhan, sambal, hingga sepakbola – maka sayapun merasa tidak
ada salahnya omong sepakbola. Negara, menteri-menteri, harga lombok, adalah
'milik' kami yang berhak kami perbincangkan kapanpun saja.


Sebab yang kedua, teman-teman media massa sukanya minta sih agar terkadang
saya menulis olahraga, terutama kalau pas ada peristiwa-peristiwa olahraga
penting. Saya orangnya amat susah menolak. Permintaan itu terkadang saya
penuhi, dengan persyaratan hendaknya mereka memahami dan mengizinkan bahwa
posisi saya bukanlah sebagai – semacam – kolumnis olahraga. Melainkan
sekedar sebagai seseorang biasa yang kebetulan mencoba menuliskan hal-hal
yang sebenarnya memang merupakan bahan obrolan sehari-hari siapa saja.
Termasuk dengan tingkat – mutu obrolan sehari-hari pula.


***
Akan tetapi di luar itu, mungkin memang ada hal-hal yang agak sedikit lebih
penting. Misalnya, bahwa gejala – sebagaimana segumpal batu, se-uleg-an
sambal atau sebuah revolusi sosial – sepakbola adalah cermin sejarah. Di
dalam sepakbola saya bisa menemukan hampir apa saja yang juga saya temukan
di luar lapangan bola, bahkan di wilayah-wilayah yang lebih serius dibanding
sepakbola.
Di dalam sepakbola saya berjumpa dengan gejala sosial. Dengan manusia.
Dengan wataknya. Kualitas kepribadiannya. Kecerdasan atau kedunguan otaknya.
Kepekaan dan spontanitasnya. Refleksi-refleksi dari dunia pendidikan,
kebudayaan, keluarga, nilai-nilai, bahkan juga tercermin akibat-akibat
kesekian dari mekanisme politik, industrialisasi, modernisme, atau apa saja.
Lebih dari itu saya bisa yakinkan bahwa dengan Tuhan, filsafat dan imanpun
saya bertegur sapa di dalam sepakbola.



***
Pada suatu hari Anda menyaksikan pertandingan sepakbola nasional kita, atau
pertandingan-pertandingan elite dunia yang bagaikan 'magic’. Lantas
barangkali Anda teringat dahulu kala tatkala Anda bermain sepakbola di
kampung: memakai buah jeruk sebagai bola. Atau kulit luar pohon pisang
kering yang Anda bikin sampai menjadi bulatan bola. Atau bola-bola karet dan
plastik biasa yang Anda dapatkan di Pasar Kecamatan. Sesekali, mungkin
bersama Santri-santri dari Pesantren sebelah Anda mencoba bermain dengan
bola api.


Ingatan masa silam Anda itu bukan hanya bermakna sebagai nostalgia yang
romantik. Lebih dari itu, Anda mungkin memperoleh pelajaran tentang
mekanisme transformasi. Transformasi budaya. Transformasi sejarah.
Transformasi manusia. Outline-nya: transformasi budaya manusia dalarn
sejarah.
Menjadi pemain sepakbola di tahun 1960an sangat berbeda dengan menjadi
pemain sepakbola tahun 1990an. Menjadi pemain sepakbola di kampung yang
bersenang-senang pada kompetisi 17-an sambil sesekali pukul-pukulan, berbeda
dengan ketika ikut Pelatnas atau berlaga melawan klub-klub sepakbola
profesional­-industrial. Menjadi pemain sepakbola dengan kaki telanjang atau
saat mulai belajar pakai sepatu sehingga rasa berlari kita seperti bandit
yang kakinya dirantai dan digandholi beban bulatan besi, berbeda dengan
menjadi pemain sepakbola sebagai suatu pekerjaan dari 'ideologi' modernisme.
Menjadi pemain sepakbola nostatgia bersama para Jago Kapuk alias veteran
berbeda dengan tatkala kaki kita siap patah menyangga misi nasionalisme
olahraga, nama baik bangsa atau memperjuangkan nafkah anak istri melalui
tentangan bola.


Anda nyeletuk: "Ya mesti saja! Wak Jan juga tahu kalau itu berbeda!"


Saya memaksudkan perbedaan itu lebih – atau sekurang-kurangnya berbeda –
dengan yang barangkali Anda bayangkan.


Perbedaan pertama mungkin sederhana saja, ialah pada perasaan yang bergolak.
Di kampung, selama main bola hati kita berbunga-bunga menikmati sepakbola as
a fun and enjoyment. Tapi tatkala Anda berdiri di lapangan dan di seberang
Anda adalah Fandy Achmad dari tim nasional Singapura atau apalagi (hiii)
Franco Baressi pendekar AC­ Milan: gelombang perasaan kita pasti lebih
komplit. Bermain tetap sebagai hiburan dan kenikmatan juga barangkali,
tetapi kuda-kuda mental kita harus lebih dari itu.
Di dalam nasionalisme sepakbola, di dalam profesionalisme sepakbola, di
dalam industrialisme sepakbola: kita haruslah merupakan seorang manusia
modern. Seorang pemain 'sepakbola modern’. Seorang modernis dalam sepakbola.
Cara berpikir kita, sikap mental kita, wawasan dan pengetahuan kita, pola
determinasi budaya kita, setiap kuda-kuda kita, segala sepakterjang kita,
haruslah merupakan endapan atau perasan dari kuda-kuda modernisme.


Bagi kebudayaan sepakbola modern internasional saja antara sepakbola sebagai
kenikmatan (baca: sebagai kesenian, estetika) masih relatif berpolarisasi
dengan sepakbola sebagai 'mesin' profesi (baca: teknologi). Bukankah
polarisasi itu pula yang selama dua dekada terakhir ini menjadi substansi
nuansa antara persepakbolaan Eropa dengan Amerika Latin? Bukankah tim
raksasa seperti Brazil saja selama putaran piala dunia tiga kali
berturut-turut masih dihinggapi splits atau semacam kegamangan antara
estetika dengan teknologi sepakbola?


Dalam bahasa populer, polarisasi itu terungkap misalnya lewat perdebatan
para pelatih. Yang satu bilang: "Ini sepakbola manusia, bukan onderdil
mesin. Sepakbola manusia adalah keindahan". Lainnya menyindir: "Indah atau
tidak indah itu memang penting. Tapi yang lebih penting adalah terciptanya
gol". Sementara lainnya lagi berkomentar: "Keindahan dan terciptanya gol
sama pentingnya".


Atau dalam bahasa sehari-hari, kita membedakan antara sepakbola tradisional
dengan sepakbola modern dengan istilah sepakbola alamiah yang mengandalkan
naluri dengan sepakbola rasional yang mengandalkan ilmu dan kecerdasan akal.


Bahasa jelasnya: manusia sepakbola di jaman kontemporer ini belum selesai
dengan proses transformasinya. Masih terus berjuang memproses instalasi yang
yang terbaik bagi budaya sepakbolanya. Masih belum menemukan keutuhan antara
'alam'nya dengan 'modernisme'nya. Sejarah sepakbola masih terus bergolak
secara amat dinamis. la masih akan tiba pada inovasi-inovasi, bahkan mungkin
juga invensi.


Bagi kita-kita di Negara Berkembang, seringkali terjumpai: seorang pemain
yang tampak amat berbakat secara alam, namun menjadi bengong ketika memasuki
arena modern persepakbolaan. Tiba-tiba kakinya gagu, tampak tidak memiliki
kecerdasan, sejumlah ketrampilannya mendadak lenyap entah ditelah oleh apa.
Kesimpulannya, di dalam budaya sepakbolapun ternyata harus ditemukan metoda
transformasi yang tepat, yang mempeluangi setiap pemain untuk mengubah
dirinya menuju pemenuhan tuntutan-tuntutan sepakbola modern tanpa kehilangan
potensi alamiahnya. Kalau tidak, Galatama menjadi tidak laris, PSSI kalah
terus, dan kita capek menangis. Apalagi kalau organisasi PSSI lebih
merupakan ajang dari persaingan dan perbenturan kepentingan yang sebenarnya
bersifat non-sepakbola. Mampuslah kita para penggembira sepakbola nasional.


Emha Ainun Nadjib, 2004

Makhluk Dari Planet Mana Israel Ini?

Makhluk Dari Planet Mana Israel Ini?
Makhluk dari mana Israel ini, adigang adigung adiguna, boleh melakukan apa
saja, pembunuhan massal, penggusuran besar-besaran, pemberangusan dan
pemusnahan atas umat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, kapan saja dia
mau, tanpa sanksi yang memadai dari pihak manapun di muka bumi.


Nama kelompok kebangsaannya disebut paling banyak di Alquran, bahkan dipakai
sebagai nama Surah. Beberapa identifikator sejarah penciptaan oleh Tuhan
menyimpulkan yang disebut ‘’Dajjal’’, perusak dunia kelas wahid, berasal
dari suku Yahudi ini dan berambut keriting. Tapi orang tidak benar-benar
berani mengutuknya karena mereka keturunan Nabi Besar yang amat kita
takdzimi, yakni Ibrahim AS, entah dari beliau Ismail atau Ishaq. Dan kemah
ajaran beliau, millah Ibrahim, adalah induk segala ajaran, teologi
monotheisme, nama beliau kita sebut pada rakaat salat kita semulia kekasih
Allah, Muhammad SAW junjungan kita semua.


Mayoritas aset moneter global dan segala jenis modal perekonomian, bank
dunia dan institusi-institusi keuangan primer dunia dipegang oleh turunan
beliau dan strategi pengelolaannya sampai ke Kongres Amerika Serikat berada
di genggaman turunan yang lain dari beliau juga. Sejumlah futurolog ekonomi
menganjurkan anak-anak kecil sekarang mulailah diajari berbahasa Arab karena
akan menjadi bahasa utama dunia: pergilah cari kerja ke Negeri koalisi 16
Pangeran di Jazirah Arab. Bahasa Ibrani tak perlu dipelajari, karena para
fungsionaris dari Israel mungkin lebih pandai berbahasa Arab dibanding Raja
Saudi dan lebih mlipis berbahasa Indonesia dibanding orang Indonesia.


***

Anda tidak akan paham menemukan peta Indonesia Raya dijadikan center display
di sebuah web Israel dan Amerika Serikat. Juga agak miris melihat tanda
warna merah pada daerah tertentu dari Nusantara. Di Belanda, November 2008
saya ngobrol panjang dengan pemimpin Yahudi internasional Rabi Awraham
Suttendorp yang sangat mengenal Indonesia lebih detail dari kebanyakan orang
Indonesia sendiri, sebagaimana di kantor Perdana Menteri Israel Anda bisa
dolan ke sana dan melirik ruangan khusus yang berisi segala macam data
tentang Indonesia segala bidang yang di-update setiap pekan.


Israel juga punya situs berbahasa Indonesia. Kepada Rabi saya tanyakan
kenapa disain tengah atas atau puncak mahkota keagamaan yang beliau pakai
memimpin peribadatan di Synagoge sama dengan disain bagian atas rumah-rumah
Pulau Jawa bagian utara. Kenapa ibukota Israel tidak Tel Aviv saja tapi Java
Tel Aviv. Kenapa kantor-kantor Yahudi di berbagai negara pakai kata Java.
Apa pula hubungan dua konsonan yang sama itu: J dan W. Jewish dan Jawa. Mana
yang lebih tua: Jewish atau Jawa. Kalau Sampeyan keturunan Nabi Ibrahim,
apakah nenek moyang kami manusia Nusantara yang seluruhnya berpuluh abad
yang lalu disebut Jawa atau Jawi adalah ‘’keponakan’’-nya Ibrahim ataukah
lebih tua dari Ibrahim.


Dari dunia Jawa dimunculkan sedikit informasi bahwa beberapa waktu yang akan
datang akan terjadi hasil ‘’taruhan’’ antara Yahudi (Jewish) dengan Jawa
(bukan Jawa non-Sunda non-Batak dalam pengertian 100 tahun terakhir): Kalau
Yahudi yang memenangkan persaingan memimpin dunia, maka mereka akan ajak
Jawa menjadi rekanan kerja. Kalau Jawa yang ‘’juara’’ mereka akan berguru
kepada Jawa.


***

Apa-apaan itu? Dari bidang ilmu dan teknologi diberitakan bahwa revolusi
invensi atau penemuan-penemuan baru akan mengubah geo-ekonomi, geo-politik
dan kebudayaan dunia dari Cina, Brazil, Jepang dan Indonesia.


Bangsa Indonesia memasuki 2009 sebagai ‘’orang lugu’’ dan tidak perduli pada
dirinya sendiri karena habis waktu dan enerjinya untuk urusan kotak suara.
Padahal sejumlah makhluk Tuhan di luar manusia yang ditugasi menemani
pertumbuhan peradaban ummat manusia sudah menyiapkan dibukanya sejumlah
penemuan di bidang telekomunikasi, energi dan pertanian.


Sengaja saya tuturkan kepada sidang pembaca hal-hal yang ‘’tidak-tidak’’.
Nanti kita akan sampai ke yang lebih ‘’tidak-tidak’’ lagi: Lemorian, banjir
Nuh, Parikesit, terciptanya pulau-pulau Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dst.
Dan akan saya sambung pada tulisan berikutnya pekan depan.


Tapi kita jangan bilang tidak masuk akal dulu sebelum kita bisa menjawab
seberapa masuk akal kelakuan Israel sekarang ini: Dengan lancar dan
mulus-mulus saja menghajar Palestina di depan rumah saudara-saudaranya
sendiri sesama bangsa Arab, di depan hidung PBB.


Berdasarkan sejumlah ‘’khayalan’’ saya di atas, ucapkan: ‘’Ayo, Israel!
Kalau berani jangan hanya berantem sama anak kemarin sore. Datang ke
Indonesia, sini kamu, carok kita!’’.


Emha Ainun Nadjib,

KAFILAH 190 JUTA


Kafilah 190 juta
Menatap cakrawala
Astaga!
Kafilah 190 juta
Menatap cakrawala

Aku sapa mereka dan bertanya:
"Gerangan apa yang tampak di cakrawala?"
Serempak terdengar jawaban dari mulut mereka:
"Jakarta teguh beriman, Yogyakarya berhati nyaman Solo berseri, Semarang
kota atlas, Salatiga..."

Kafilah 190 juta
Betapa, O, betapa
Kafilah 190 juta cintaku
Bersepakat untuk menempuh
Perjalanan yang berjejal-jejal
Dan penuh sesak

Kulambaikan tanganku dan kutegur :
''Perjalanan macam apakah gerangan yang kalian tempuh, saudara-saudaraku? "
Bergema jawaban dari seluruh barisan:
"Perjalanan jangka panjang! Perjalanan bertahap-tahap! "

Kafilah 190 permata jiwaku
Bersepakat untuk mengubah
Perjalanan yang sendiri-sendiri
Menjadi perjalanan bersama-sama

Aku bisikkan ke telinga sebagian mereka:
"Bersama-sama duduk dan bersama-sama berdirikah kalian dalam perjalanan
bahagia ini?"
Dengan berbisik pula sebagian anggota rombongan itu menjawab:

"Sebagian dari kami berhak untuk duduk, sebagian yang lain berkewajiban
untuk berdiri"

Kafilah 190 juta
Berderap langkahnya
Berderak suara kakinya
Lagu-lagu kekompakan mereka bagai hujan
Nyanyian kebulatan tekad mereka bagai sejuta akar tunjang
menancapi tanah di hutan dan ladang-ladang

Tergiur hatiku hendak bernyanyi bersama mereka
Sehingga demi menyatukan nada dan irama, kupastikan dulu aransemen dengan
bertanya:
"Lagu apakah sebenarnya yang kalian dendangkan?"
Orang-orang itu menjawab dengan teguh dan tatapan mantap ke depan:

"Lagu persatuan dan kesatuan"
"Kenapa ada kudengar nada yang agak tidak sama antara satu barisan dengan
lainnya?" kataku
"Karena sebagian kami menyanyikannya dengan riang gembira, sementara
sebagian yang lain melagukannya dengan tangis dan deraian air mata"

Kafilah 190 juta
Berjuta kaki berjalan
Berjuta kaki berduyun-duyun
Berjuta kaki berayun-ayun

Kepada kaki yang berjalan aku bertanya:
"Berapa tahap lagikah perjalananmu akan tiba?"
Dengan agak malu-malu kaki itu menjawab:
"Kami belum tiba pada jenis pertanyaan itu. Yang kami urus barulah bagaimana
mengulur-ulur perjalanan ini tidak dengan hutang demi hutang"

Kepada kaki-kaki yang berduyun-duyun aku kemukakan rasa bangga:

"Betapa nikmatnya manusia yang membangun!"
Tapi mereka menjawab:

"Kami belum membangun, kami sedang dibangun untuk dijadikan batu-bata
pembangunan"

Kepada kaki yang berayun-ayun aku lontarkan rasa cemburu:

"Alangkah nyaman mengayunkan langkah ke hari depan!"
Tapi yang ini pun menjawab:

"Kaki kami terayun-ayun loncat dari tanah, sawah dan kebun kami; sesudah
tiba-tiba saja hadir siluman yang membelinya dengan paksa, dengan harga yang
mereka sendiri pula yang menentukannya"

Kafilah 190 juta
Bergemuruh!
Bagai putaran baling-baling mesin kemajuan
Di tengah barisan demi barisan berderap
Di tengah 190 juta langkah berderak

Aku berteriak:

"Wahai, betapa gegap gempita suara kalian!"
Aku mendengar jawaban:

"Yang bersuara ini hati kami, sedangkan mulut kami terbungkam!"
Aku berteriak:

"Wahai, betapa riang gembira perjalanan kalian!"
Aku mendengar jawaban:

"Tentu saja, karena tangis kesengsaraan sedalam apa pun harus kami ungkapkan
dengan penuh keriangan!". ..

1993
Emha Ainun Nadjib,

Dari Buku "Doa Mohon Kutukan", Risalah Gusti, 1995