Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Hewan yang disembelih untuk qurban itu ditujukan untuk tiga hal, yaitu dimakan sendiri, dihadiahkan atau disedekahkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadist riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah membagi daging kurban menjadi tiga, sepertiga untuk keluarganya, sepertiga untuk fakir miskin dan tetangga dan sepertiga untuk orang meminta-minta

Dalam riwayat lain Rasulullah s.a.w. bersabda: "Makanlah sebagian, simpanlah sebagian dan bersedekahlah dengan sebagian".

Adapun panitia penyembelihan hewan qurban sesungguhnya secara syar’i tidak diisyaratkan untuk dibentuk, sehingga dari segi pembiayaan pun tidak dialokasikan dana secara syar’i. Hal ini berbeda dengan amil zakat, yang memang secara tegas disebutkan di dalam Al-Quran Al-Kariem sebagai salah satu mustahiq zakat.

Siapa yang menjual kulit qurban itu maka tidak dianggap qurban baginya.

Maka bila seseorang meminta jasa orang lain untuk disembelihkan hewan qurban miliknya, tetapi dengan imbalan berupa kulit hewan itu menjadi milik tukang jagalnya, maka tidaklah termasuk qurban, sesuai hadits di atas.

Demikian juga dengan panitia penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban, seharusnya mereka punya kas tersendiri di luar dari hasil hewan yang diqurbankan. Boleh saja panitia mengutip biaya jasa penyembelihan kepada mereka yang meminta disembelihkan. Hal seperti ini sudah lumrah, misalnya untuk tiap seekor kambing, dipungut biaya Rp 30.000 s/d Rp 50.000. Biaya ini wajar sebagai ongkos jasa penyembelihan hewan dan pendistribusian dagingnya, dari pada harus mengerjakan sendiri.

Tetapi panitia penyembelihan hewan qurban dilarang mengambil sebagian dari hewan itu untuk kepentingan penyembelihan. Baik dengan cara menjual daging, kulit, kepada atau kaki. Demikian pula dengan masjid, tidak perlu masjid dibiayai dari hasil penjualan daging qurban, sebab daging atau pun bagian tubuh hewan qurban itu tidak boleh diperjual-belikan.

Termasuk dalam hal ini jasa para tukang potong, haruslah dikeluarkan dari kas tersendiri, di luar dari hewan yang dipotong.

Ali ra. berkata, Aku diperintah Rasulullah menyembelih kurban dan membagikan kulit dan kulit di punggung onta, dan agar tidak memberikannya kepada penyembelih. .

Memberikan kulit atau bagian lain dari hewan kurban kepada penyembelih bila tidak sebagai upah, misalnya pemberian atau dia termasuk penerima, maka diperbolehkan. Bahkan bila dia sebagai orang yang berhak menerima kurban ini lebih diutamakan sebab dialah yang banyak membantu pelaksanaan kurban.

Bagi pelaku kurban juga diperbolehkan mengambil kulit hewan kurban untuk kepentingan pribadinya. Aisyah r.a. diriwayatkan menjadikan kulit hewan kurbannya sebagai tempat air minum.

WAKTU PENYEMBELIHAN KURBAN

Waktu penyembelihan kurban mulai dari setelah sholat Ied di hari raya kurban sampai terbenam matahari pada hari terakhir Tasyriq yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Sehingga hari penyembelihan ialah empat hari : satu hari di hari raya kurban setelah shalat Ied dan tiga hari setelahnya. Barangsiapa menyembelih kurban sebelum selesai shalat Ied atau setelah terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah, maka kurban tdk sah. Ada yg mengatakan bahwa waktu penyembelihan ha dua hari setelah Ied saja, dan menurut pendapat ini hari penyembelihan hanya tiga hari saja. Tetapi yg rajih ialah pendapat yg pertama.

Dibolehkan menyembelih kurban di waktu siang atau malam, namum penyembelihan di siang hari lebih utama. Setiap hari dari hari-hari penyembelihan lebih utama dari hari setelahnya, krn mendahulukan sembelihan termasuk sikap bersegera melaksanakan ketaatan.

An-Nawawi Rahimahullah berkata : Adapun waktu berkurban, maka sepatut menyembelih setelah shalat bersama imam dan ketika itu sah secara ijma. Ibnul Munzdiri Rahimahullah berkata :“Mereka telah berijma bahwa penyembelihan kurban tdk boleh dilakukan sebelum terbit matahari pagi hari raya kurban. Dan mereka berbeda pendpt pada penyembelihan setelahnya.

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata :“Mereka sepakat bahwa kurban disyariatkan juga di malam hari sebagaimana disyariatkan di siang hari, kecuali satu riwayat dari Imam Malik dan juga Imam Ahmad.

KURBAN SAH UNTUK BERAPA ORANG ?

Satu kurban berupa kambing cukup untuk seorang dari ahli bait (keluarganya) dan kaum muslimin yg ia kehendaki, baik masih hidup ataupun sudah wafat. Telah diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyembelih kurbannya, beliau berkata: " Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarda Muhammad dan umat Muhammad".

Sepertujuh untuk unta atau sapi mencukupi dari orang yg cukup untuk satu kambing. Seandai seorang muslim menyembelih sepertujuh unta atau sapi untuk dan keluarganya, maka itu ialah sah, dan seandai untuk tujuh orang brserikat menyembelih kurban atau hadyu, satu unta atau satu sapi, maka itupun sah.

ORANG YANG DISYARIATKAN BERKURBAN:

Pada asal kurban itu disyariatkan untuk oang yg masih hidup, berdasarkan riwayat yg mengatakan bahwa beliau telah menyembelih hewan kurban untuk diri dan kelaurganya.

Adapun peruntukan sebagian orang yg mendahulukan kurban untuk mayit atas diri dan keluarga sebagai shadaqah dari mereka, maka amalan ini tdk mempunyai dasar menurut apa yg kami ketahui. Namun, seandai ia berkurban untuk diri dan keluarga lalu memasukkan orang-orang yg telah meninggal dunia bersama mereka atau menyembelih kurban untuk mayit secara sendirian sebagai shadaqah darinya, maka hal itu tdk mengapa dan ia mendpt pahala, insya Allah

Adapun kurban untuk orang yg telah meninggal dunia yg mrpk wasiat (orang yg mati) kpdnya, maka ini wajib dilaksanakan, walaupun ia belum berkurban untuk diri sendiri, krn ia diperintahkan untuk melaksanakan wasiat tersebut

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Berserikat Dalam Kurban Dan Bershadaqah Dengan Nilainya:

Seekor kambing tdk bisa untuk dua orang atau lebih yg kedua membeli dan menyembelih kurban tersebut, krn hal itu tdk terdpt dalam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, sebagaimana tdk boleh berserikat lebih dari tujuh orang dalam satu unta atau satu sapi, krn ibadah itu tauqifiyah (semata bersandar kpd wahyu). Yang benar dan boleh hanyalah berserikat tujuh orang atau kurang dari itu dalam satu unta atau sapi. Hukum ini berlaku tdk pada permasalahan pahalanya, krn tdk ada batasan jumlah berserikat dalam pahalanya, krn keutamaan Allah itu sangat luas sekali.

Disini wajib diingatkan akan kesalahan yg dianggap remeh oleh sebagian orang yg memiliki tanggung jawab melaksnakan wasiat, dimana ia mengumpulkan wasiat-wasiat lebih dari satu kerabat dalam satu kurban untuk semua. Ini tdk bolehkan. Namun, jika yg berwasiat ialah seorang yg berwasiat dgn beberapa kurban lalu ia kumpulkan dalam satu kurban, maka hal itu tdk mengapa, is Allah.

BERSHADAQAH DENGAN NILAINYA

Penyembelihan kurban termasuk salah satu syi'ar agama Islam yg jelas, oleh krn itu menyembelih lebih utama dari bershadaqah senilainya, dgn dasar sebagai berikut.

[1]. Penyembelihan kurban ialah amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabat beliau dan orang-orang setelah mereka dari para Salaf umat ini.

[2]. Penyembelihan termasuk syi'ar Allah, seandai manusia berpaling dari kpd shadaqah senilai kurban tersebut, tentulah syi'ar penyembelihan kurban ini akan hilang.

[3]. Penyembelihan kurban ialah ibadah yg tampak sedangkan shadaqah dgn senilai dimaukkan dalam ibadah yg tdk nampak.

[4]. Seandai bershadaqah senilai sama dgn nilai penyembelihan kurban atau lebih baik, tentullah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dgn ucapan atau peruntukan, krn beliau tdk pernah meninggalkan satu kebaikan kecuali beliau telah menunjukkan dan tdk pula satu kejelekan pun melainkan beliau telah memperingatkan darinya.

[5]. Sudah dimaklumi bahwa shadaqah dgn nilai kurban tersebut lebih mudah dan lebih gampang dari menyembelih krn ada kesulitan yg telah diketahui oleh orang yg menemani penyembelihan dan mendahului pada banyak keadaan. Seandai bershadaqah dgn harga kurban tersebut lebih utama atau sama, pasti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskannya, sebab beliau ialah orang yg sangat menyaygi umat dan sangat pengasih terhadap mereka. Beliau ialah orang yg selalu memilih perkara yg paling mudah dan ringan untuk umatnya. Dengan demikian, diketahui secara pasti bahwa penyembelihan ialah utama. Wallahu alam.

Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan :“Al-Udhiyah (kurban), Aqiqah dan Al-Hadyu lebih utama dari shadaqah senilainya. Jika ia memiliki harta untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kpd Allah, maka hendaklah ia berkurban, dan memakan dari sebagian kurban lebih utama dari shadaqah dan Al-Hadyu di Makkah lebih baik dari bershadaqah senilainya.[1]

Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan :“Penyembelihan di tempat lebih utama dari shadaqah dgn senilainya. Beliau melanjutkan perkataanya :“oleh krnnya, seandai ia bershadaqah dgn nilai yg berlipat ganda sebagai ganti sembelihan haji Tammatu dan sembelihan haji Qiran (Dam Al-Qiran), maka ia tdk dpt menggantikannya. Demikian juga kurban.

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Bacaan Menyembelih Kurban:

Adapun dalam semebelihan hewan qurban disunahkan membaca doa: "Bismillahi Wallohu Akbar Allohumma taqobbal minni". Karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir RA, ia berkata: "Aku pernah melaksanakan sholat Iedul Adha bersama Rasulullah SAW, tatkala beliau selesai melaksanakannya, beliau datang sambil membawa seekor kambing yang besar lalu beliau menyembelihnya, dan berdoa: Bismillahi wallohu akbar Allohumma haadzaa anni wa amman lam yudhohhi min ummati (Dengan menyebut nama Alloh, Alloh Maha Besar, Ya Alloh ini adal kurban dariku dan dari umatku yang tidak mampu untuk melaksanaknnya) (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzy- Nailul Author 5/109)
Previous
Next Post »
0 Komentar