KAFILAH 190 JUTA


Kafilah 190 juta
Menatap cakrawala
Astaga!
Kafilah 190 juta
Menatap cakrawala

Aku sapa mereka dan bertanya:
"Gerangan apa yang tampak di cakrawala?"
Serempak terdengar jawaban dari mulut mereka:
"Jakarta teguh beriman, Yogyakarya berhati nyaman Solo berseri, Semarang
kota atlas, Salatiga..."

Kafilah 190 juta
Betapa, O, betapa
Kafilah 190 juta cintaku
Bersepakat untuk menempuh
Perjalanan yang berjejal-jejal
Dan penuh sesak

Kulambaikan tanganku dan kutegur :
''Perjalanan macam apakah gerangan yang kalian tempuh, saudara-saudaraku? "
Bergema jawaban dari seluruh barisan:
"Perjalanan jangka panjang! Perjalanan bertahap-tahap! "

Kafilah 190 permata jiwaku
Bersepakat untuk mengubah
Perjalanan yang sendiri-sendiri
Menjadi perjalanan bersama-sama

Aku bisikkan ke telinga sebagian mereka:
"Bersama-sama duduk dan bersama-sama berdirikah kalian dalam perjalanan
bahagia ini?"
Dengan berbisik pula sebagian anggota rombongan itu menjawab:

"Sebagian dari kami berhak untuk duduk, sebagian yang lain berkewajiban
untuk berdiri"

Kafilah 190 juta
Berderap langkahnya
Berderak suara kakinya
Lagu-lagu kekompakan mereka bagai hujan
Nyanyian kebulatan tekad mereka bagai sejuta akar tunjang
menancapi tanah di hutan dan ladang-ladang

Tergiur hatiku hendak bernyanyi bersama mereka
Sehingga demi menyatukan nada dan irama, kupastikan dulu aransemen dengan
bertanya:
"Lagu apakah sebenarnya yang kalian dendangkan?"
Orang-orang itu menjawab dengan teguh dan tatapan mantap ke depan:

"Lagu persatuan dan kesatuan"
"Kenapa ada kudengar nada yang agak tidak sama antara satu barisan dengan
lainnya?" kataku
"Karena sebagian kami menyanyikannya dengan riang gembira, sementara
sebagian yang lain melagukannya dengan tangis dan deraian air mata"

Kafilah 190 juta
Berjuta kaki berjalan
Berjuta kaki berduyun-duyun
Berjuta kaki berayun-ayun

Kepada kaki yang berjalan aku bertanya:
"Berapa tahap lagikah perjalananmu akan tiba?"
Dengan agak malu-malu kaki itu menjawab:
"Kami belum tiba pada jenis pertanyaan itu. Yang kami urus barulah bagaimana
mengulur-ulur perjalanan ini tidak dengan hutang demi hutang"

Kepada kaki-kaki yang berduyun-duyun aku kemukakan rasa bangga:

"Betapa nikmatnya manusia yang membangun!"
Tapi mereka menjawab:

"Kami belum membangun, kami sedang dibangun untuk dijadikan batu-bata
pembangunan"

Kepada kaki yang berayun-ayun aku lontarkan rasa cemburu:

"Alangkah nyaman mengayunkan langkah ke hari depan!"
Tapi yang ini pun menjawab:

"Kaki kami terayun-ayun loncat dari tanah, sawah dan kebun kami; sesudah
tiba-tiba saja hadir siluman yang membelinya dengan paksa, dengan harga yang
mereka sendiri pula yang menentukannya"

Kafilah 190 juta
Bergemuruh!
Bagai putaran baling-baling mesin kemajuan
Di tengah barisan demi barisan berderap
Di tengah 190 juta langkah berderak

Aku berteriak:

"Wahai, betapa gegap gempita suara kalian!"
Aku mendengar jawaban:

"Yang bersuara ini hati kami, sedangkan mulut kami terbungkam!"
Aku berteriak:

"Wahai, betapa riang gembira perjalanan kalian!"
Aku mendengar jawaban:

"Tentu saja, karena tangis kesengsaraan sedalam apa pun harus kami ungkapkan
dengan penuh keriangan!". ..

1993
Emha Ainun Nadjib,

Dari Buku "Doa Mohon Kutukan", Risalah Gusti, 1995
Previous
Next Post »
0 Komentar