JUARA ITU GA ADA

Sesungguhnya yang disebut juara, atau eksistensi sebuah kemenangan -- itu
hakekatnya tidak berlaku begitu sebuah pertandingan berakhir dan tanda
kejuaraan disematkan kepada sang juara.


Sebuah tim olah raga atau seorang atlet memenangkan pertarungan melawan tim
lainnya sehingga sesudah pertandingan ia dijunjung sebagai juara. Kalau
sesusah penobatan gelar juara diselenggarakan lagi pertandingan antara kedua
tim itu, maka tidak seorangpun bisa memastikan bahwa sang juara akan pasti
menang lagi.


Di Manila tahun 1974 Joe Fraizer tidak sanggup bangkit dari kursinya untuk
memasuki ronde ke-15 pertarungannya melawan Muhammad Ali, sehingga petinju
Philadelphia ini dinyatakan kalah TKO dari Ali.

Yang terjadi sesungguhnya adalah bahwa Muhammad Ali memiliki siasat dan
kecerdasan yang Frazier tak punya. Keduanya sudah bertarung habis-habisan
selama 14 ronde. Besoknya Frazier memuji – “Saya sudah timpakan kepada Ali
ratusan pukulan saya yang biasanya merobohkan dinding, tetapi Ali tetap
tegak
…” – sehingga secara fisik maupun mental Frazier tidak lagi sanggup
berdiri pada ronde ke-15.


Tetapi Ali masih punya sisa ruang berpikir. Secara fisik ia juga sudah
lungkrah, bahkan mungkin lebih kecapekan dibanding Frazier. Tapi Ali punya
kenakalan intelektual sehingga ia berkata kepada Tuhan : “Wahai Tuhan,
tolong pinjamkan kepadaku sedikit saja tenaga yang Engkau jatahkan kepadaku
untuk besok pagi, supaya aku bisa tampil di ronde terakhir ini dan besok aku
tidur sepanjang hari
…”


Maka ketika bel ronde ke-15 berdentang, Ali menggagah-gagahkan diri untuk
berdiri dan berlagak seakan-akan ia fit dan siap berkelahi lagi – sementara
Frazier terduduk lunglai dan tidak sanggup berdiri. Ali menang, tapi sesuai
dengan janjinya pinjam tenaga kepada Allah – maka sesudah duel itu Ali
terbaring di rumah sakit, sementara Frazier nyanyi-nyanyi dan berjoget di
diskotik.


Jadi, kemenangan Ali itu relatif. Kalau sepuluh menit sesudah kemenangan Ali
itu mereka diduelkan lagi, belum tentu Ali bisa menang. Kalau di piala dunia
empat tahun lalu sepuluh menit sesudah Perancis menjadi juara lantas mereka
dipertandingkan lagi, maka tak ada jaminan bahwa Perancis akan menang.

Jadi, sesungguhnya juara itu tidak ada. Coba Anda pikirkan, apa logika
kualitatifnya kalau kesebelasan produser total football Belanda tidak bisa
ikut piala dunia sementara Arab Saudi saja bisa masuk meskipun dihajar
Jerman dengan gol seperti pertandingan sepakbola kampung. Terus kesebelasan
Italia? Betapa tidak konsistennya kekuatan dan kekuasan dalam kehidupan
manusia di muka bumi ini.

Maka ketika kaya, sadarilah miskinmu. Tatkala menang, sadarilah kalahmu. Di
waktu jaya, renungilah keterpurukanmu. Pada saat engkau hebat,
ingat-ingatlah kemungkinan konyolmu
… []



Emha Ainun Nadjib
Previous
Next Post »
0 Komentar